Chanelinfo.com Jawa Barat | Dr. Budiono, SH, MH, Pakar Pidana Unsoed di Jawa Tengah, berbicara mengenai kinerja Ombudsman dan keputusan sidang Kode Etik Kedokteran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) , terkait kasus pelanggaran disiplin dokter yang di lakukan oleh Dokter Alisa Nurul Muthia, Sp.PD bersama perawat Asti Lestari, yang berpraktek di RS.PMI.Bogor.
Seperti diketahui pada 20 April 2019 silam, pasien BPJS Kesehatan atas nama Julia Susanti (47) warga Jawa Barat, yang mengalami keluhan sakit lambung, meninggal dunia, 25 menit setelah perawat Asti Lestari memberi injeksi Omeprazole melebihi dosis secara Intravena tanpa melakukan test alergi obat terlebih dahulu pada pasien atas rekomendasi dokter.
Menurut Dr. Budiono, Hasil sidang Putusan Majelis Disiplin Kedokteran Indonesia Nomor 215/MKDKI/ VII/ 2023 yang di Ketuai oleh Dr.Prasetyo Edi , dan di bacakan oleh Dr. Saleh AL Mochdar (Anggota Majelis ) pada tanggal 24 juli 2023 , lalu di aula RS.Dr. H. Marzoeki Mahdi , Jl.Dr.Semeru No.114, Bogor Jawa Barat, di nilainya belum memenuhi alur penangganan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi Nomor 1057/U/MKDKI/ VII/ 2018.
Disebutkannya ada 14 point pedoman baku bagi MKDKI, dalam menangani Kasus Pelanggaran Disiplin yang di lakukan oleh dokter dan dokter gigi
Dari 14 point Pedoman bagi MKDKI dalam menyelesaikan suatu kasus aduan, salah satu pointnya adalah yang ke 9 , yaitu ‘Pemeriksaan Ahli’, dimana pemeriksaan Ahli Farmasi Universitas Indonesia dari pihak pengadu yaitu Prof. Dr. Arry Yanuar Msi, tidak dihadirkan / di periksa. Kemudian yang memberikan keterangan dampak obat yang di berikan Dr. Alisa Nurul Muthia, juga tidak di hadirkan / di periksa.
Sehingga kata dia Pembacaan MKDKI tidak obyektif, cacat prosedur dan tidak berdasarkan azas keadilan yang berdasarkan kepada azas Ketuhanan yang Maha Esa
Dr. Budiono juga mencetuskan bahwasanya Ketua MKDKI, Dr.Prasetyo Edi, haruslah obyektif sebelum membacakan putusan sidang kasus meninggalnya Julia di Kamar Melati RS.PMI Bogor lima tahun lalu tersebut.
“yaitu dengan menghadirkan dan memeriksa saksi ahli Farmasi dari Universitas Indonesia, kemudian jika saksi ahli Farmasi Universitas Indonesia, tidak di periksa, maka harus ada penjelasan di dalam berita acara sidang” ujarnya
Hal senada juga di Sampaikan Ketua Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia , Dr. Friedrich Max Rumintjap. Saat dikonfirmasi awak media Friedrich menerangkan bahwa pemberian obat antibiotik kepada almarhumah Julia Susanti, seharusnya tetap melalui test alergi obat terlebih dahulu.
“Karena pemberiannya melalui vena, jika tidak di lakukan, jelas ada pelanggaran Standar Operasional Prosedur penanganan pasien yang di lakukan Dokter” ungkapnya.
Atas dasar itu kata dia dr. Alisa Nurul Muthia dan perawat Asti Lestari di yakini melanggar beberapa pasal yang tercantum dalam Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No .17/ KKI / Kep/ VIII/2006, Tentang Pedoman Penegakkan Disiplin Profesi Dokter Sehingga Menyebabkan Pasien BPJS Kesehatan Meninggal Dunia.
“Semoga Permasalahan ini mendapatkan Perhatian Bapak Presiden Republik Indonesia.” harapnya. (D)